Jadi, sebenarnya manusia tidak diwariskan insting memakan plasenta untuk melindungi keturunannya. Menanggapi semakin populernya placentophagy ini, serta berdasarkan evaluasi ilmiah tim Dr. Clark, alangkah baiknya jika para dokter bisa memberi informasi yang akurat dan teruji secara medis mengenai mitos sehat konsumsi plasenta.
Baca juga : Kerja di Jerman
Ini perlu dilakukan demi menghindari risiko negatif yang mungkin bisa menimpa Mama yang baru melahirkan. Jika Mama tetap percaya manfaat plasenta dan ingin mengonsumsinya, ada saran dari Dr. Manuel Alvarez, MD, ahli kebidanan dan kandungan keturunan Amerika-Kuba yang menjadi editor kesehatan Fox News, yakni: pastikan bahwa plasenta itu steril, dibersihkan dari cairan tubuh, seperti darah, urine, dan feses, juga bakteri.
Pastikan juga plasenta itu disimpan dan diolah dengan cara yang benar, jika Mama berniat mengonsumsinya dalam bentuk matang, kapsul, atau pil, sehingga bebas dari risiko infeksi. Bagaimana, Ma? Tertarik? Penelitian yang menunjukkan manfaat plasenta ternyata lebih banyak berdasarkan pada laporanlaporan yang bersifat subjektif atau bersifat sugesti, sementara penelitian ilmiahnya belum ada.
Cerita si kecil dengan mama : MAKAN SENDIRI “Saat Girven memasuki usia 3 bulan, ia suka saya beri mainan, meski ia belum bisa memegang mainan itu dengan kuat. Semakin bertambah umur, Girven semakin pintar memegang mainannya dan hampir setiap mainan yang dipegang dimasukkannya ke dalam mulut. Setelah usia 6 bulan, Girven mulai mendapatkan MPASI. Nah, saya suka membuat camilan, saat waktunya makan, saya biarkan Girven makan sendiri.” Nopiana, mama dari Brian Girven Aurick (11 bulan).
NGACAK-NGACAK MEJA “Anakku di usia 10 bulan mulai bisa mengambil dan menggenggam barang. Karena itu, dia sekarang sudah bisa mengacak-acak meja rias saya atau meja kerja ayahnya. Apalagi dia sudah bisa berdiri sendiri sambil berpegangan. Ancuur, deh… ha ha ha.” Desy Andriani, mama dari Alphazia Fahmi Fawwaz (10 bulan).
PEGANGANNYA SEMAKIN KUAT “Dede Nevan mulai usia 5 bulan sudah tertarik dengan mainan yang ada di sekelilingnya. Aku sengaja menaruh mainan sedikit jauh darinya. Sambil tengkurap, dia akan mengangkat badannya dengan kedua tangannya dan kaki ditekuk, lalu loncat. Dia melakukan itu bisa berkali-kali sampai berhasil mendapatkan mainannya. Sekarang, saat dia memegang mainannya, sudah tidak mudah terlepas lag.” Siti Juhaeriyah, mama dari Dzakiandra Nevan Achrizal (5 bulan).
Sumber : https://ausbildung.co.id/