Layanan CDMA akan Berubah jadi E-GSM

Teknorus.com – Ketika teknologi CDMA (Code Division Multiple Access) yang pernah dianggap lebih ung gul, jernih dan investasinya lebih murah dari GSM (global system for mobile communicaton) sudah mentok dan tidak dikembangkan lagi, masa depan semua opera tornya menjadi sangat suram. Di Indonesia ada empat operator CDMA 850 MHz yang beroperasi, yaitu TelkomFlexi, Esia (Bakrie Telecom), Fren (Mobile8) dan StarOne (Indosat). Masing­masing hanya punya 5 MHz, lebar spektum yang sulit untuk dikembangkan sehingga tidak punya daya saing di industri.

Baca juga : WA WEB

Apalagi jika harus bersaing de ngan GSM yang sudah menuju ke generasi keempat (4G) atau LTE (Long Term Evolution). Pernah disarankan agar ke empat operator menyatu (merger), namun arogansi lah yang akhirnya membatalkannya, dengan hasil keempatnya makin terpuruk. Pe langgan Esia, Flexi dan SmartFren tak lebih dari 11­12 juta, hampir tak pernah naik kecuali menyusut, sehingga tidak lagi ekonomis. PT Telkom pun menghentikan layanan Flexi dan menggunakan frekuensi 850 MHz­nya untuk diubah menjadi layanan E­GSM (extended GSM), yang akan disatukan ke anak perusahaannya, Telkomsel.

Mereka sudah melaku kan uji coba di Papua tetapi kemu dian akan terkendala regulasi, jika 850 MHz milik Telkom diserahkan ke Telkomsel yang beda entitas bisnis, karena belum ada aturan nya. Kendala lain, frekuensi Flexi tidak berdampingan frekuensi 900 MHz­nya Telkomsel karena terhalang Mobile­8. Tidak apa, sebab Mobile­8 segera pindah ke 2,3 GHz. Beda dengan PT Indosat, StarOne adalah miliknya, walau hanya punya 120.000 pelanggan tetapi kontribusi bulanan tiap pelanggannya ke pendapatan anak usaha Ooredoo itu lebih besar dari pelanggan GSM.

Tidak ada kendala regulasi, tidak pula ken dala posisi spektrumnya, karena 850 MHz StarOne berdampingan langsung dengan GSM Indosat. Mereka sudah minta izin pemerin tah, tetapi belum mendapat respons memadai. Pemerintah masih dipusing kan Esia yang “tidak punya kawan” sebab tidak mungkin dibiarkan mati, meski operator itu tahun 2013 menderita rugi bersih sampai Rp 2,65 triliun, turun dari Rp 3,14 triliun tahun sebelumnya.